Vampire by Chika/Luna

Fanfiction by: Luna, Chika, whatever-lah~



Suatu minggu, di Apartemenku, terjadi suatu kasus. Kasus yang sangat tidak masuk akal. Sangat..mustahil. Pembunuhnya pun tidak diketahui siapa.

Nama anak gadis itu Negi. Dia selamat di kasus perampokan dan pembunuhan itu. Ayah, ibu, kakak dan adiknya semua meninggal karena pembunuh biadab itu. Aku hanya mendengar teriakan saat itu. Teriakan melengking..teriakan yang terdengar sangat menyiksa.

Aku terdiam diatas kasurku. Apakah mereka semua tidak mendengarnya?

..Oh, ya. Pasti. Mereka semua sedang tamasya, sedangkan aku, dititipkan kepada keluarga Sanzenin. Sebenarnya apa yang terjadi? Aku berlari kearah pintu, baru aku melangkah, tiba-tiba jeritan itu berhenti dan ada sesosok bayangan yang lari dari kamar keluarga Sanzenin.

“Hei, kau!” aku berteriak pada sosok bayangan itu, sayangnya sosok itu
menghilang.

Aku memutar gagang pintu rumah keluarga Sanzenin, dan kulihat..

..mayat berlumuran darah. Aku berteriak, ngeri. Ibu Negi, Ayah Negi, Nagi dan Masha..semua mati. Tunggu. Dimana Negi?

“Ne—Negi!” panggilku lirih, terlalu panik akan semua itu.
“Luna..?” suara itu menjawab.

Aku hanya bisa bernafas lega melihat Negi baik-baik saja. Aku melihat mata Negi yang penuh dengan ketakutan yang amat, sangat. Haruskah…? Perang itu menguasai diriku. Tapi keingin-tahuanku memang besar. Akhirnya, keingin-tahuanku menang.

“Negi, apa yang terjadi?”

“Aku tidak tahu! Aku tidak tahu!” jeritnya, kelihatan frustasi. “Ayah..! Ibu! Nagi! Masha! Tolong aku!!”

“Ne—negi…mereka sudah..meninggal.” kataku lirih. Seperti kata pepatah: keingintahuan membunuh kucing. Tentu saja. Aku terlalu es campur.

“APA?! Tidak..tidak! kamu bohong! Dasar pembohong besar!” jerit Negi. Air mata mengalir dari matanya. “Kalau mereka semua mati…LEBIH BAIK AKU MATI JUGA!”

PLAK

Aku tidak tahu, tanganku bergerak sendiri, untuk menampar Negi.

“Hah? Mati?” tanyaku dingin dan sinis. “jadi itu tujuan hidupmu, mati? Oke, mati aja deh! Kupikir, kalau orang yang masih hidup berpikir mau mati, berarti itu berarti orang sinting yang bahkan tidak punya darah dan airmata. Kau tahu apa yang diinginkan orang yang sudah mati? HIDUP, tentu saja! Sudah takdirnya mereka mati.”

Negi kelihatan tercengang, kaget dengan ucapanku. Biarlah. Dia memang sudah keterlaluan. Air mata mengalir dari wajahku.

“Tahu tidak?” kataku. “Bahwa orang yang sudah mati hanya bisa mati, ORANG YANG MASIH HIDUP, MASIH PUNYA PILIHAN!”

“Maafkan..aku..”

“Permintaan maaf diterima.” Jawabku. “Lalu? Sebaiknya kau menginap dirumahku. Jangan kena serangan jantung melihat mayatnya.”

Tapi, aku bisa terkena serangan jantung saat itu juga.

Karena, mayat itu sudah tidak ada.



plis comment, tapi jangan flame~

baik,, lanjut luna

Aku tidak percaya. Apa yang terjadi?

Masha, Nagi, Tante Ikemi dan Paman Takahiro. Semua meninggal..

..polisi tidak perduli soal itu. Mayat tidak ada, buktipun tidak ada. Darah mereka menghilang dengan sempurna. Mereka dianggap kabur; tapi tentu itu salah.

Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri. Aku yakin itu bukan ilusi. Aku yakin itu nyata, dan tentu saja aku yakin ada ‘sesuatu’ di balik semua ini. Kurasa si pembunuh bukan manusia biasa. Tapi walau itu hanya perasaanku..aku merasa itu semua benar.

Bel pintu menyadarkan lamunanku. Siapa lagi? Kurasa polisi sudah pulang. Dan orang-orang juga belum pulang dari Hokkaido. Negi mengetuk kamarku. Aku menyuruhnya masuk.

“Siapa itu?” tanyaku sambil membuka buku ‘Monstropedia’ milik kakakku yang sok mistik.

“Kaito. Dan Hazel,” jawab Negi datar, seakan kedatangan dua orang itu adalah hal simpel. Sesungguhnya, malah itu tidak bisa dibilang ‘simple’ karena dua orang itu tinggal di kota sebelah. Saat liburan seperti ini, apa yang mereka lakukan disini?

“Suruh masuk saja, Gi. Masuk ke kamarku, kamu juga,” jawabku datar, menyembunyikan semua kebingunganku. Yah, yah. Untuk apa bingung soal yang tidak begitu penting, padahal kau punya permasalahan yang super penting?

Negi menghilang dari ambang pintu dan segera kembali dengan dua anak yang kukenal sebagai Kaito dan Hazel. Kaito segera berlari dan membaringkan diri di kasurku yang empuk, hampir menimpa boneka chibi Seta (Megami Tensei) milikku. “Hei, hei, Kaito. Apa yang kau lakukan disini? Dan kau juga, Hazel.”

“Aku..” Kaito dan Hazel menjawab bersamaan.

“Oke, aku dan Hazel kabur dari rumah,” jawab Kaito. Mukanya datar sekali, tapi kulihat ada nada senang di bagian ‘kabur dari rumah’. “Jadi, kami mau menginap disini!”

“Lalu?” tanyaku sarkatis. Sebenarnya tidak sarkatis-sarkatis amat. “Wah, Nona, Tuan, dadakan sekali. Kurasa Mr dan Mrs bisa tidur di kamar orangtua saya..”

“HEI!! LUNA!!” kata Kaito dan Hazel.

“Duh, duh. Ngomong aja bersamaan, irama sama lagi, gimana ya…?” candaku sambil nyengir.

“GA GIMANA-GIMANA KOK, DASAR BAKA!!!” bentak Hazel.

“Kau memanggilku apa? Baka?”

“Ya, tentu saja! Memangnya—“

“Oh, jadi kau tidak mau tinggal disini!” balasku iseng, karena aku memang tidak marah.

“Shaddap, Hazel,” tegur Kaito sementara aku hanya tersenyum penuh kemenangan. Battle ini tidak perlu dilanjutkan, karena toh aku juga yang bakalan menang. Aku tidak bercanda. Aku juara 1 lomba debat seinternasional. “Oke, deal. Tapi..Hazel tidur di kamar kakakmu, oke?”

“Kalau dia tidak keberatan berada ditengah-tengah barang mistik…” aku berkata sambil menyambar tangannya.

“...Deal.”

uwa..keluargaku mengharukan sekali~

^sepertinya (?)

Vampire

Sambil mengumpat, aku membuang rokokku, kesal karena semua ini, kesal karena musibah yang menimpa Negi. Aku menginjak-nginjak bekas puntung rokok itu sampai hancur. Salju turun dari langit. Seakan menangis beku untukku.

“Memikirkan sesuatu yang aneh, Luna?”

Aku terkejut. Di malam musim dingin, di jalan depan apartemen yang dianggap ‘angker’ itu memang tidak mungkin dilalui oleh banyak orang. Inginku memeluknya, inginku menangis didadanya, melepas semua kegalauan hatiku.

Tapi aku tidak melakukannya.

“Bukan urusanmu, idiot,” jawabku ketus. Aku mulai beranjak dari tempat duduk di situ, berusaha menghindar dari best-manku itu. Milikku.

Setidaknya, dulu dia milikku. “Tentu saja urusanku,” jawab dia sambil memelukku,
mencegahku beranjak dari sana. Aah. Rasanya hangat sekali. Tapi...

..aku tidak boleh memilikinya!

“SUDAHLAH, Setan, aku tidak suka padamu lagi.”

Aku menepak tangannya dan memasuki apartemenku dan menaiki lift. Sampai dikamarku, aku mendapati Negi, Hazel dan sedang memainkan permainan legendaris itu. Bukan, bukan. Bukan jelangkung, bukan ulartangga, maupun monopoli—tapi tentu saja, Truth or Dare.

“Hei, Luna! Mau ikutan?” tanya Hazel.

“Oke.” Jawabku. Semoga saja aku mendapat yang gampang. “Yang dapat berikut ini harus dare, ya?”

Aku memutar botol itu, dan botol itu..mengarah ke Negi. “Negi~kau harus berkenalan dengan Kou-san, tetangga sebelah,” perintahku. “Kalau tak menurut, kau akan kujebloskan ke tempat sampah!”

Dan semua orang tahu, jika, aku berkata begitu, aku benar-benar akan melakukannya.
“Oke, aku putar yaa..” jawab Negi sambil memutar botol itu. “Sekarang..truth.”

Dan botol itu mengarah pada Kaito. “Chuu~ kaito, kau suka Hazel kan? Jawab dengan jujur,” kata Negi.

“I—iya”

“YAYY~” ucapku dan Negi, girang karena masalah mereka berdua sudah selesai.

“O—oke, berikutnya Dare.” Kata Kaito..dan botol itu mengarah PADAKU!

“Jadi apa darenya?” kataku datar.

“KAU HARUS BERTEMU DAN NGOBROL 5 MENIT MINIMAL KE...” Kaito sepertinya mau membalas, mukanya penuh rencana balas dendan. “cowok ‘itu’.”

“EEEHHHH???? Oke.” Lalu kutatap Kaito, rencana jahil terpampang dikepalaku. “Well, Hazel, kau harus mencium Kaito-chan~”

“AAAAAAPAAAAAAAA????”

*maaf pendek. Pls comment*

Hei! Jangan begitu!!!
IIEEEEE!!! ((Tidaaaaaaak)
Yurii Yurii Yurii! (freak) *ditendang ke laut*

^ceritanya disini kaito cowo :-p (?)
yo klo bisa lanjutannya besok~

Weew... Aku kabur saja aaah...
Reputasi saya kosong di sini

what !?

Natsuki !?

waah,,, dua nama saya dipake

yeeeey

ayu lanjut

HUH..

girang amat..
tapi,nih cerita makin seru lho!!!
aku suka sama ceritanya yg terus berkembang seperti ini!!
Keren!!!

Lanjut~

@^Negi
makasi
@Kaito
oh ya?
@Inta
sori, sori..disini muncul yaa








Kelas yang panas ini membuatku benar-benar penat. Padahal, masih musim dingin, dan cuaca luar sudah seperti badai salju kecil, tapi Kepala Sekolah berkata lain dengan menyalakan pemanas 5 derajat lebih dari biasanya. Dasar keras kepala, sudah jelas suhu yang biasanya sudah hangat. Sekarang aku seperti berada di rumah kaca. Dasar tidak tahu global warming.

KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINNGGG

Bel berbunyi menandakan kelas sudah selesai. Aku merapikan bukuku dan menutup tasku, lalu pergi ke luar kelas. Aku menuruni tangga sampai ada suara aneh, seperti bicara bahasa..asing? Sekali lagi rasa ingin tahu melandaku dan aku pergi ke asal suara itu. Kelas C. Kelas yang dianggap angker selama ini. Baru aku membalikkan badan untuk pergi, tiba-tiba terdengar suara yang memanggilku, “LUNA!” suara yang kukenal..

..Natsuki?

Aku menendang pintu yang sudah setengah terbuka itu, mendapati darah telah menciprati dinding, memenuhi lantai, mengotori kelas ini. Tapi yang paling membuatku terkejut adalah Natsuki yang berdarah-darah, luka-luka sementara didepannya seorang pria dan wanita berdiri tenang,tidak luka, dan di tangannya ada darah. Aku tersentak ketika melihat dua orang yang berdarah-darah—kelihatannya teman sekelas Natsuki, Devi dan Tsuzuki—tergeletak, kejang-kejang.

“LUNA! JANGAN MASUK, LARII!” jerit Natsuki, kengerian terpampang di wajahnya.
Tiba-tiba Tsu dan Devi bangkit, menggumamkan sesuatu seperti.. ‘darah’..? Si wanita menyeringai dan mengarahkan tangannya ke Natsuki. Natsuki tersentak, lalu jatuh, kesakitan.

Lalu wanita itu berpaling kearahku. Aku merinding, tidak bisa bergerak. Devi dan Tsu kelihatan ingin menerjangku.

Tapi, wanita dan pria itu berkata, “Non, c’est à moi” yang kutahu berarti, ‘No, it’s mine’. Aku merinding. Wanita itu mendekatiku, melukai tangannya, sementara pasangannya memasukkan darah si wanita kemulutnya. Pria itu menciumku, memasukkan darahnya ke mulutku, aku terpaksa menelannya. Kesadaranku pun menghilang..sementara pemandangan yang terakhir kulihat adalah si pria yang menyeringai dan suara, “Now, c’est à moi .”

XDXDXD


Aku terbangun di ruangan gelap. disana ada si wanita, dan si pria. Aku memandang mereka, pandanganku masih samar-samar. Aku melihat Negi berdiri disamping mereka. Lalu di kursi, terikat, aku melihat Kaito dan Hazel, kepalanya menunduk.

“Mirelle, gadis itu sudah bangun,” kata si pria.

“Aku tahu. Negi, ambil Natsu. Ayo, Michelle.”

Aku bergidik. Mirelle—wanita itu, yang melukai tangannya, dan Michelle—pria itu—datang kearahku. Tenggorokkanku kering, aku dikuasai rasa dahaga yang luar biasa. Mirelle menunjukkan tangan Michelle yang sedikit berdarah. Aku bergerak sendiri, menjilat darahnya. Mirelle tersenyum penuh kemenangan. Tiba-tiba Negi muncul kembali, dan kali ini dia bersama..Natsuki. aku mencium bau darah yang begitu nikmat darinya. Seketika rasa dahaga itu menerpaku. Aku pun menerjangnya dan menjilat lehernya, dan meminum darahnya…rasanya, ada yang berteriak penuh kemenangan di belakangku, sementara aku menghisap darah Natsuki. Aku belum berhenti..aku tidak bisa berhenti tepatnya.

TBC

OOC: belom selesai..sori ya..tiba2 jadi webe.

Hmmm...
Disini gw sifatnya Evil ya?

k..kau...di..ci..cium??Astaga!!

Ohya,aku disini jadi jahat ya..Mengerikan..
Aku lupa..Chapter 3 mana?

@Negi
hilang chu =3= ke replace =3=
siyal chu
belum sempet lanjutin nih chu =3= ga ada ide chu =3=